Minggu, 25 Mei 2008
Oleh; Sunawar Owat
Keadaan social ekonomi suatu masyarakat pada kenyataannya merupakan buah dari sikap hidup atau kebiasaan-kebiasaan tertentu para warganya. Berikut ini adalah beberapa sikap hidup orang Dayak yang ada kaitannya dengan bidang perekonomian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tetapi sudilah untuk tidak memandang sikap-sikap itu sebagai positif atau negative, konstruktif atau destruktif dengan teregsa-gesa dari akcamata ekonomi modern.
1. Orang Dayak suka berbagai kemujuran dengan sesamanya. Daging binatang hasil buruan, beberapa jenis hasil tani dan hasil hutan yang mereka peroleh seringkali dibagi-bagikan kepada sesame secara Cuma-Cuma.
2. Sikap demokratis sebagai salah sati “semangat” kehidupan di rumah panjang masih dimiliki oleh sebagian besar orang Dayak, meskipun rumah panjang mereka hamper punah. Kegiatan perekonomian yang berimplikasi pada kehidupan komunitas biasanya mereka musayarahkan terlebih dahulu.
3. Orang Dayak punya rasa hormat yang tinggi kepada alam lingkungan hidupnya. Pada beberapa subsuku Dayak terdapat adapt yang melarang warga membuat lading digunung tertentu, daerah sekitar alur sungai dan “tembawang”, disertai sanksi-sanksi yang bersifat sacral. Berdasarkan pengalaman, mereka mengetahui bahwa keseimbangan alam harus selalu dipelihara, terutama dengan memelihara jantung-jantung konservasi.
4. Bagi orang Dayak, musuh yang dikenal hanyalah musuh yang menyerang mereka secara fisik. Oleh sebab itu orang lain yang datang untuk menghabisi hutan, menggunduli gunung, mengambul tembawang atau merusak sungai dilingkungan hidup mereka tidak mereka identifikasikan sebagai musuh, sehingga mereka merasa tidak perlu untuk melawa penjahatnya.
5. Tidak bisa menabung atau merencanakan kehidupan masa depan. Orang Dayak belum banyak meninggalkan sifat-sifat sebagai manusia perantau. Kebiasaan menyimpan padi dilumbung (jurong,durong, dango) bukan dimaksudkan untuk menabung , tetapi sekedar menyimpan padi untuk keperluan satu tahun siklus perladangan mereka. Menabung dalam arti menyimpan untuk masa depan dengan mempertahankan atau menambah nilai ekonomis simpanan belum menjadi kebiasaan mereka.
6. Manja pada alam, karena mereka terbiasa dengan mudah memperoleh sayur-sayuran, buah-buahan. Ikan, dan daging binatang yang tersedia dialam sekitarnya.
7. Tidak mengenal system dagang,baik dikalangan mereka sendiri maupun dengan kalangan luar. Apabila mereka pergi menukarkan hasil hutan atau hasil tani dengan barang lain yang mereka perlukan, maka itu dilakukan sepenuhnya dengan sikap “terserah kepada taoke”. (Kanayatn: ahe-ahe ja toke), artinya terserah kepada pihak lain untuk menentukan, orang Dayak juga belum dapat memahami hubungan antara waktu dan nilai ekonomis suatu jeis barang.
8. Suka merendahkan diri dengan bersikap low profile,tidak pandai menawarkan jasa dengan mempertontonkan keterampilan atau kebolehannya. Dalam menghadapi persoalan, orang Dayak lebih suka memilih berdiam diri, sambil berharap agar orang lain dapat menyelami apa keinginan mereka. Menuntut hak hamper tidak dikenal dalam sikap hidup orang Dayak.
9. Orang Dayak gampang iri hati kepada orang sesuku. Sesama orang Dayak yang tampak lebih maju (kaya) biasanya dianggap tidak wajar dan sebaiknya dijauhi. Bila di suatu desa Dayak ada seorang pedagang Tionghoa dan beberapa pedagang Dayak diperbolehkan bersaing secara bebas maka hamper dapat dipastikan pedagang Tionghoa yang akan unggul, karena rasa iri hati masyarakat sekitar akan terarah kepada si pedagang Dayak itu.
10. Mudah tersinggung dalam hal-hal yang menyangkut suku dan adapt istiadatnya. Perasaan terhina bisa menjadi motivasi yang kuat bagi mereka untuk bertindak tetapi untuk mempelajari system pengembangan ekonomi secara terencana dan objektif.
11. Seringkali orang Dayak menghormati tamu secara berlebihan. Bagi tamu disediakan makanan istimewa yang mereka sendiri mungkin jarang sekali bisa menikmatinya. Penghormatan kepada tamu luar ini tanpa perhitungan ekonomis.
12. Sisa-sisa kejujuran dan kepolosan orang Dayak dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk menipu mereka sendiri. Mereka mudah terpengaruh oleh kata-kata manis. Dengan sedikit janji lisan saja, orang lain dapat memperoleh keuntungan dari mereka.
13. Tidak mengenal perbedaan antara kata dan perbuatan. Pada orang Dayak “tradisional”, apa yang dikatakannya pasti akan dilaksanakannya. Sebaliknya, jangan percaya kepada orang dayak “modern”, sebab mereka telah pandai berkata-kata klise sekadar klobotisme.
14.Orang Dayak sangat jarang yang berminat menjadi anggota angkatan bersenjata (militer), Memegang senjata baik mereka berkonotasi “siap untuk membunuh” secara kurang jantan. Padahal anggapan ini keliru. Akibatnya peluang mereka untuk berperan dalam kekuasaan politik menjadi kecil. Kita tahu bahwa kekuasaan politik dapat berpengaruh sangat besar terhadap perekonomian.
Beberapa Prinsip
Transformasi budaya tidak bisa di paksakan. Untuk transformasi itu diperlukan kesabaran ekstra dalam waktu panjang, secara bertahap dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Tantangan sungguh besar. Dalam dunia perekonomian kita yang masih subur dengan sikap serakah, tindas-menindas, tipu-menipu, monopoli, manipulasi, kongkalingkong busuk, korup, cari untung dengan mengorbankan yang lain, individualisme, mental judi “sdsb” (suka duit sambil bermimpi), seakan-akan tidak ada lagi tempat buat kejujuran, keadilan, penghormatan terhadap harkat dan martabat pribadi manusia terlepas dari harta yang ada padanya, serta kenajuan dan kesejahteraan bersama.
Namun marilah kita tetap optimis. Terus membangun dengan cita-cita yang jelas. Manuju masyarakat Dayak yang sejahtera.
Tentu saja prinsip-prinsip universal yang berlaku untuk setiap kegiatan pembangunan manusia, beraku juga dalam pembangunan masyarakat Dayak. Secara khusus akan dikemukakan di sini beberapa prinsip agar pembangunan social-ekonomi bagi orang atau masyarakat Dayak tetap berakar pada dan berwawasan kebudayaan Dayak, khususnya dengan memperhatikan sikap idup mereka.
1. Prinsip demokrasi ekonomi yang menghargai harapan dan kemauan pribadi tanpa prasangka buruk serta konsisten menjalankan keputusan bersama dengan peuh tanggung jawab. Warga masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyadari dan mengenal kebutuhan-kebutuhan mereka, merencanakan bentuk-bentuk usaha ekonomis dengan musyawarah, dan melaksanakannya dengan jiwa besar.
2. Prinsip solidaritas yang memajukan pribadi di dalam dan bersama kelompoknya. Prinsip ini menghargai prestasi individu, tetapi tidak memberikan kesempatan untuk berkembangnya egoisme pribadi. Setiap warga disadarkan bahwa ia akan maju dan makmur dan bahagia apabila orang-orang disekitarnya juga demikian.
3. Prinsip subsidiaritas yang secara tekun menghargai dan menumbuhkembangkan sikap swadaya. Orang Dayak harus menyadari, bahwa mereka sendirilah yang pertama-tama harus bertanggungjawab penuh membangun masyarakatnya dengan mengandalkan segala potensi dari dalam. Antuan yang diberikan tidak boleh mematikan perikehidupan yang sudah ada.
4. Prinsip keterbukaan.masyarakat Dayak tidak memerlukan perlindungan khusus. Keterbukaan yang memberikan kesempatan bersaing secara jujur dan adil dalam usaha-usaha ekonomis, dalam jangka panjang akan menguntungkan.
Beranikah para motivator pembangunan dalam masyarakat Dayak, termasuk para pejabat pemerintah setempat, menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara konsisten? Bukankah itu berarti melawan arus masa kini?
Implikasi
Bagaimana pun cara kita memandang dan mendiskusikan pembangunan social-ekonomi bagi masyarakat Dayak, kita akhirnya akan sampai juga kepada anjuran yang sudah sangat sering disuarakan oleh para praktisi dan pakar pembangunan masyarakat desa, khususnya yang pernah melakukan pengamatan terhadap masyarakat Dayak. Anjuran-anjuran ini sekaligus merupakan implikasi logis bila mingkin memang ingin mempraktekkan pembangunan yang sudah berakar pada kebudayaan, dan kelak juga menuju masyarakat sejahtera yang semakin berbudaya tinggi.
1. Memperbesar Peranan LSM
dengan tetap percaya bahwa sikap hidup ekonomis yang sehat akan membuahkan kesejahteraan, dan bahwa kegiatan pembangunan yang sesungguhnya dari, oleh, dan untuk masyarakat kita dapat mengharapkan agar lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) mengambil pranan yang lebih besar di kalangan orang Dayak.
Pembangunan prasarana dan sarana fisik yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi akan menjadi mandul apabila tidak tidak diimbanglengkapkan dengan kegiatan-kegiatan penyadaran untuk membangun sikap hidup ekonomis yang sehat.
Dalam kegiatan pembangunan social ekonomi di kalangan orang Dayak, peran LSM ternyata masih sangat kecil. Kemitraan LSM dengan pemerintah kita harapkan secara nyata dipraktekkan, agar LSM, sesuai hakikatnya, dapat menjadi agen penyadaran, agen perubahan sikap hidup, bukan sekadar alat politis yang dimanfaatkan demi kepentingan pribadi secara sempit. Demikianlah LSM berperan mewujudnyatakan arti pembanguan dari, oleh, dan untuk mesyarakat.
2. Mengembangkan Pertanian Rakyat
Banyak penelitian mengungkapkan bahwa pertanian raykat memiliki keunggulan-keunggulan tersndiri yang apabila dikembangkan secara tepat menjadi pertanian yang tangguh. Kesungguhan mengembnagkan pertanian rakyat seperti dilakukan di beberapa Negara Asia menunjukkan bahwa pertanian rakyat ternyata bisa lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Khusus mengenai system perladangan orang Dayak (yang nama jeleknya: lading liar, lading berpindah) yang sering dituduh merusak lingkungan secara tidakadil, kita masih bisa bertanya: tidak bisakah diakui sebagai suatu system pertanian yang pantas dibina juga?
3. Mengembangkan Usaha Koperatif
Bahwa koperasi sesuai dengan sikap hidup (asli) orang Dayak, tidak perlu diragukan lagi. Dalam komunitasnya mereka senantiasa saling menyejahterakan dan tidak rela membiarkan seorang pun melarat.
Namun kesenjangan antara cita-cita dengan cerita nyata di dunia perkoperasian kita masih sangat tinggi. Kita belum berhasil mengembangkan sikap insane koperasi sejati yang melalui kumpulannya dapat saling mendidik, saling mengembangkan keswadayaan dan saling bersolidaritas. Dalam kenyataannya, koperasi masih diperlakukan lebih sebagai alat politis daripada sarana pengembangan ekonomi para anggotanya.
Penutup
Bagaimanakah gambaran kehidupan social-ekonomi orang Dayak di masa depan? Apakah para petaninya akan semakin sejahteraan atau malah akan menjadi kuli di negeri sendiri seperti kebanyakan petani petani di jawa? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini hanya dapat dijawab oleh generasi muda Dayak melalui usaha-usaha nyata bagaimana mereka melakukan transformasi budayanya untuk mengembangkan sikap hidup “manusia Dayak modern”. Dan untuk itu tidak ada rumus yang baku.
“Masa suram” yang melanda kehidupan social-ekonomi orang Dayak selama lebih kurang 30 tahun belakangan ini, tidak perlu ditangisi. Siapa tahu segala bentuk penderitaan bisa menjadi orang Dayak semakin berbudaya.
Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan
Konsep pembangunan desa dikalangan masyarakat Dayak dimaksudkan untuk membantu mereka dalam mengembangkan dirinya.
1. Keterikatan dengan tempat asal
Perasaan menyatu dengan tempat asal yang kental, sehingga mereka tidak gampang meninggalkan tempat asal. Adanya ikatan keluarga dan hubungan pribadi yang erat (Loyalitas primordial). Melepaskan ikatan itu tidak mudah. Bahkan tidak jarang anggota keluarga yang berkemampuan tidak rela meninggalkan orang tua atau kampong halaman untuk mengadu nasib atau meneruskan sekolah ke tempat lain.
Kondisi social seperti ini menuntut suatu kebijakan pembangunan yang khusus. Kebijakan pembangunan itu ditujukan langsung kepada mereka, yang oleh prof. Dr. Mubyarto disebut dengan “insitu development”.
2. menghargai orang lain
dengan lugu orang Dayak menghormati dan menghargai orang lain yang datang dari luar lingkungannya. Orang luar dipandang lebih mempunyai kemampuan. Lebih-lebih bila orang tersebut jelas mempunyai kelebihan dari mereka, misalnya mempunyai pendidikan tinggi atau keahlian tertentu.
Namun karena kepercayaan yang tinggi mereka menuntut kejujuran. Sikap ini memberi peluang yang besar untuk memasukkan konsep-konsep pembangunan. Akan tetapi kita harus selalu konsisten dan tetap memelihara kejujuran dan kepercayaan masyarakat. Walaupun ada keluguan, keterbukaan, san sikap menerima, masyarakat amsih ambivalen terhadap pembangunan.
3. menyatu dengan alam
sejalan dengan sejarah mereka yang bermukim di daerah-daerah pedalaman, masyarakat Dayak memenuhi kebutuhan hidup dengan cara bercocok tanam dan berburu. Sedangkan kebutuhan yang tidak dapat diadakan sendiri diperoleh dari luar, seperti pakaian, garam, gula, dan tembakau. Dua yang terakhir ini pada keadaan tertentu masih dapat diadakan sendiri. Demikian juga kebutuhan perumahan diupayakan mereka dari bahan-bahan yang tersedia di lingkungannya. Selain itu, mereka juga memiliki kepandaian menempa besi untuk membuat alat-alat pertanian, perburuan, dan lain-lain.
Walaupun kini keadaan ini sudah mulai berubah. Mereka selalu memenuhi kebutuhan mereka dari alam lingkungannya. Alam tidak dapat dilepaskan dari kehidupan mereka. Tanah, misalnya, merupakan sumber usaha, tabungan masa depan, warisan untuk keturunan, jujuran (mas kawin) dalam perkawinan, dan lain-lain. Hal ini dapat kita kaji sebagai berikut.
a) Mereka sangat berkepentingan untuk memelihara alam sekitarnya. Misalnya dengan masa bera (rotasi) dalam berladang, tidak menebang pohon besar tempat persinggahan atau bersarangnya lebah madu. Kalau akan membakar lading sebelumnya harus di “landa” (bahasa daerah, membersihkan areal yang akan dibakar agar api tidak menjalar keluar lading). Naluri selalu bertanam-tanam dimana saja dan anak atau cucu sejak kecil disuruh tanam-tanaman sehingga jika dewasa dapat memetik hasilnya dari tanaman tersebut. Kebiasaan dan naluri ini perlu dikembangkan dan diatur untuk meningkatkan intensitas daya oleh kegiatan.
b) Sejak lama kelompok masyarakat Kampung mempunyai hak menguasai areal di sekitarnya. Sehingga dalam mengusahakannya (membuka lahan) dimusyawarahkan di antara mereka. Hak bersama ini sebagai hak ulayat yang dalam perkembanganya semakin kurang diperhatikan. Hal ini karena telah dikuasai secara perseorangan, masuk dalam areal pengusahaan badan tertentu, adanya ketentuan pengaturan baru hak ulayat itu sendiri sejak awal tidak melembaga secara dominant. Karena demikian menyatunya rakyat dengan tanah maka program pembangunan perlu mengantisipasi pandangan masyarakat itu. Antara lain menunjang, memelihara ikatan batin mereka dengan tanah. Dr. Masri Singarimbun mengatakan bahwa hak ulayat kelompok masyarakat perlu mendapat perhatian keberadaannya.
4. tidak menampilkan sikap agresif
mungkin karena alam lingkungan yang memberikan suasana ketenangan, tempat pemukiman yang nyaris selalu sepi. Biasanya kesepian dipecahkan oleh suara pandai besi atau suara anjing, ataupun gemercik air menuju muara. Kemungkinan itu melahirkan sikap warga yang juga bersikap tenang, yang terbawa hingga pada pertumbuhan berikutnya. Terdapat keadaan seperti selalu tenang-tenang saja bila ada sesuatu yang disajikan kepada mereka tetap ada. Jadi tidak menampilkan sikap agresif. Keadaan ini memerlukan upaya intensif dalam menginteroduksikan sesuatu program bagi mereka. Jadi langkah yang ditempuh perlu melalui kelompok-kelompok kecil atau pun tatap muka dan akan lebih efektif melalui contoh.
5. kebiasaan berladang
kegiatan berladang merupakankebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dari orang Dayak. Hal ini tentu karena sejak semula alam yang memberikan peluang untuk itu. Dan memang kegiatan berladang adalah kegiatan pokok bahkan tidak lepas dari keseharian-harian mereka disamping usaha-usaha lain yang pada dasarnya masih berkaitan dengan pengolahan tanah dan alam sekitar. Bahkan bila ada profesi lain pun tidak jarang mereka tetap menekuni kegiatan berladang.
Karena kegiatan berladang telah sedemikian rupa maka kegiatan ini perlu terus dibina hingga:
- Produktivitas memadai sebagai jaminan hidup keluarga (taraf hidup meningkat) sehingga memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi besar nasional.
- Hilangnya pandangan bahwa berladang selalu dalam konotasi negative.
- Melalui system yang baik, turut melestarikan alam lingkungan/hutan dan kawasan hutan perpelihara.
Membina peladang harus dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan. Masyarakat Dayak dengan keterbatasan mereka sangat mengharapkan uluran tangan untuk pembinaan itu.
Di Barito Utara ada program “perladangan menetap” sebagai salah satu dari tiga program daerah. Program ini telah memasuki tahun IV dan telah menunjukkan gejala yang positif. Prof. Dr. Mubyarto menyatakan bahwa pembinaan peladangan sebagai kebijaksanaan in situ development di Barito Utara sudah berhasil dilaksanakan (hemat kami penilaian ini mengandung tanggung jawab yang lebih besar karena tantangan masih sangat banyak).
6. dilanda keterbatasan
Kondisi yang melingkungi kehidupan masyarakat Dayak adalah keterbatasan sarana, prasarana, arus informasi, dana, transformasi maupun jenis barang-barang kebutuhan, sehingga melahirkan keterpencilan, tingkat kehidupan yang relative rendah dan lemah. Masyarakat pedalaman ini sangat sulit keluar dari kemelut itu. Sudah pasti harapan mereka ingin lebih maju. Untk itu perlu langkah-langkah:
a) memeprkenalkan kebutuhan (proses pembudayaan) untuk pada gilirannya harus mengenal potensi yang ada pada mereka. Dan pada giliran berikutnya lagi mereka harus didorong untuk memperjuangkan pemenuhan kebutuhan mereka.
b) Memperkenalkan factor input dan output dalam kegiatan usaha dan produksi serta memperkenalkan pembagian waktu dan irama penggunaan waktu yang efekrif.
c) Keterbatasan sarana dan prasarana sangat didambakan untuk diatasi. Mereka mengetahui orang kota sudah mengalami kemajuan di bidang ini. Karena itu perlu intensitas pengembangan sarana dan prasarana di pedalaman. Perbaikan kampong di kota telah dilakukan secara memadai. Di pedesaan perlu dilakukan lebih gencar lagi.
7. adanya aspek magi
di sementara kehidupan masyarakat Dayak masih ada pandangan bersifat magi. Ada tata cara tertentu atau waktu tertentu ataupun tempat tertentu yang dikaitkan dengan magi. Suatu hal itu diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib yang menguasai atau mempengaruhi alam pikira atau tingkah laku seseorang.
Keadaan ini menjadi suatu syarat atau mempengaruhi tata cara kehidupan. Sebagai syarat kelangsungan atau keberhasilan, sebaliknya sebagai ancaman yang dapat menimbulkan malapetaka bila tidak dipatuhi. Masyarakat memandang aspek magi ini harus dihargai dengan sikap hati-hati dalam kiprah pembinaan pembangunan bagi mereka. Dan aspek magi sebagai pertumbuhan dan social budaya masyarakat dapat diamggap sebagai supra system dari system yang berlaku itu.
Dengan demikian aspek magi ini sebagai factor ekologi dari system yang berlaku. Dengan demikian perlu dikembangkan aspek-aspek dari ekologi itu yang dapat menunjang atau memperlancar upaya pembinaan dan pengembangan masyarakat dan wilayah. Maka diperlukan kemampuan persepsi untuk menentukan konsep-konsep yang releven dari factor ekologi untuk memperlancar pembinaan dan pembangunan masyarakat.
8. aneka agama
dalam sejarahnya orang Dayak menganut agama lama seperti kaharingan yang sekarang sebagai agama hindu kaharingan. Memang agama ini tetap dianut oleh sebagian orang Dayak. Selain itu, ada juga yang menganut agama Katolik, Kristen Protestan, dan Islam.
Dengan adanya keragaman ini tentu semua penganut mempunyai hak pembinaan. Sebaliknya dalam hal pelaksanaan kegiatan di lingkungan mereka keragaman agama yang dianut harus diperhitungkan.
9. konsep rumah panjang seni budaya dan peranan wanita
Dalam peningkatan taraf hidup dikaitkan dengan budaya orang Dayak, Dr. Fredolin Ukur mengutarakan beberapa pemikiran:
(a) semangat rumah panjang, yaitu topang menopang, memelihara dan meningkatkan kesejahteraan bersama, merasa memiliki bersama dan sebab itu merasa ikut bertanggung jawab, tidak membiarkan salah satu warga sengsara sedang yang lain sejahtera. (b) mengangkat budaya seni yang dimiliki untuk memberi sumbangan sebagai sumber penghasilan. (c) memelihara dan meningkatkan peranan wanita. Di kalangan orang Dayak kedudukan wanita sama dengan pria. Jadi potensi wanita demikian besar sehingga dapat diisi dengan keterampilan untuk menambah sumber pendapatan.
Penutup
Kelompok warga Negara yang masih belum menikmati hasil pembangunan makin mendapat perhatian. Masyarakat yang mendiami daratan Pulau Kalimantan, terutama orang Dayak, karena keadaan yang melingkupinya adalah tapat untuk mendapat perhatian yang lebih tajam, khususnya sebagai upaya untuk memperoleh ketepatan cara atau system dalam proses pembangunannya.
Untuk memperoleh konsep-konsep yang tepat tentu bukan hal yang mudah. Lebih-lebih adanya keragaman social budaya di antara orang-orang Dayak yang berada pada wilayah yang luas, masih terisolasi.
Namun demikian, model yang digambarkan yang meliputi wilayah bagian utara dari aliran Sungai Barito dan dari lingkup pengalaman pada sedikit daerah di luar kiranya tidak jauh berada dengan permasalahan atau keadaan yang ada pada wilayah pedalaman Kalimantan lainnya. Bahkan wilayah diluar sekalipun. Atau pun sebagai sumbangan dalam membahas isu yangs edang dipermasalahkan ini walaupun sebagai sumbangan yang kecil.
Besar harapan dengan intensitas pembahasan yang makin tinggi terhadap permasalahan yangs edang disoroti ini dapat lagi bagi mereka dan self mstaning lebih cepat untuk mengejar ketertinggalannya.
1 Comment:
aku link blog kamu sobat.....di link balik ya....makasih
Post a Comment